PENDAHULUAN
Penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengtahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).
Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
a) Ranah proses berfikir (cognitive domain)
b) Ranah nilai atau sikap (affective domain)
c) Ranah keterampilan (psychomotor domain)
Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Sasaran kegiatan evaluasi hasil belajar adalah:
1) Apakah peserta didik sudah dapat memahami semua bahan atau materi pelajaran yang telah diberikan pada mereka?
2) Apakah peserta didik sudah dapat menghayatinya?
3) Apakah materi pelajaran yang telah diberikan itu sudah dapat diamalkan secara kongkret dalam praktek atau dalam kehidupannya sehari-hari?
Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ranah Penilaian Kognitif, Ciri-ciri, dan Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Kognitif
2.1.1 Pengertian Ranah Penilaian Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:
Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat menghafal surat al-‘Ashar, menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai salah satu materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam di sekolah.
Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya: Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan jelas.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Contoh: Peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin dan dapat menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan menimpa seseorang yang bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan perintah Allah SWT yang waji dilaksanakan dalam sehari-hari.
Keenam jenjang berpikir yang terdapat pada ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom itu, jika diurutkan secara hirarki piramidal adalah sebagai tertulis pada gambar 1.
Keenam jenjang berpikir ranah kognitif bersifat kontinum dan overlap (tumpang tindih), dimana ranah yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada dibawahnya. Overlap di antara enam jenjang berfikir itu akan lebih jelas terlihat pada gambar 2.
Penilaian (Evaluation)
Sintesis (Syntesis)
Analisis (Analysis)
Penerapan (Aplikation)
Pemahaman (Comprehensi)
Pengetahuan (Knowledge)
GAMBAR 1. Enam jenjang berpikir pada ranah kognitif
6
5
4
3
2
1
GAMBAR 2. Overlap antara enam jenjang pada ranah kognitif.
Keterangan : Pengetahuan (1) adalah merupakan jenjang berpikir paling dasar. Pemahaman (2) mencakup pengetahuan (1). Aplikasi atau penerapan (3) mencakup pemahaman (2)dan pengetahuan (1). Sintesis (5) meliputi juga analisis (4), aplikasi (3), pemahaman (2) dan pengetahuan (1). Evaluasi (6) meliputi juga sintesis (5) , analisis (4), aplikasi (3), pemahaman (2) dan pengetahuan (1).
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
2.1.2 Ciri-ciri Ranah Penilaian Kognitif
Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi. Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarki yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut juntuk menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab—akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial, teori-teori yang termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Dengan demikian aspek kognitif adalah sub-taksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut yaitu:
Tabel Kaitan antara kegiatan pembelajaran dengan domain tingkatan aspek kognitif
2.1.3 Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Kognitif
Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan terus-menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik. Pengukuran hasil belajar ranah kognitif dilakukan dengan tes tertulis.
Bentuk tes kognitif diantaranya; (1) tes atau pertanyaan lisan di kelas, (2) pilihan ganda, (3) uraian obyektif, (4) uraian non obyektif atau uraian bebas, (5) jawaban atau isian singkat, (6) menjodohkan, (7) portopolio dan (8) performans.
Cakupan yang diukur dalam ranah Kognitif adalah:
a. Ingatan (C1) yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat. Ditandai dengan kemampuan menyebutkan simbol, istilah, definisi, fakta, aturan, urutan, metode.
2.2 Pengertian Ranah Penilaian Afektif, Ciri-ciri, dan Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif
2.2.1 Pengertian Ranah Penilaian Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam dan sebagainya.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or calue complex
Receiving atau attending (= menerima atua memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh.
Responding (= menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggeli lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Organization (=mengatur atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai efektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh bapak presiden Soeharto pada peringatan hari kemerdekaan nasional tahun 1995.
Characterization by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT yang tertera di Al-Quran menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan sekolah, dirumah maupun ditengah-tengan kehidupan masyarakat.
Secara skematik kelima jenjang afektif sebagaimana telah di kemukakan dalam pembicaraan diatas, menurut A.J Nitko (1983) dapat di gambarkan sebagai berikut:
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, Menghargai, Mengorganisasi, dan Karakteristik suatu nilai.
Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju.
2.2.2 Ciri-ciri Ranah Penilaian Afektif
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk.
Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes.
Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut:
Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Ranah afektif lain yang penting adalah:
Tabel Kaitan antara kegiatan pembelajaran dengan domain tingkatan aspek Afektif
2.2.3 Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif
Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal yaitu: a) laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim, b) pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:
Skala yang sering digunakan dalam instrumen (alat) penilaian afektif adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran sejarah
Contoh Skala Likert: Minat terhadap pelajaran sejarah
Keterangan:
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju
Contoh Lembar Penilaian Diri Siswa
Minat Membaca
Nama Pembelajar:_____________________________
2.3 Pengertian Ranah Penilaian Psikomotorik, Ciri-ciri, dan Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Psikomotorik
2.3.1 Pengertian Ranah Penilaian Psikomotor
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasi belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif dengan materi kedisiplinan menurut agama Islam sebagaimana telah dikemukakan pada pembiraan terdahulu, maka wujud nyata dari hasil psikomotor yang merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif afektif itu adalah; (1) peserta didik bertanya kepada guru pendidikan agama Islam tentang contoh-contoh kedisiplinan yang telah ditunjukkan oleh Rosulullah SAW, para sahabat, para ulama dan lain-lain; (2) peseta didik mencari dan membaca buku-buku, majalah-majalah atau brosur-brosur, surat kabar dan lain-lain yang membahas tentang kedisiplinan; (3) peserta didik dapat memberikan penejelasan kepada teman-teman sekelasnya di sekolah, atau kepada adik-adiknya di rumah atau kepada anggota masyarakat lainnya, tentang kedisiplinan diterapkan, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat; (4) peserta didik menganjurkan kepada teman-teman sekolah atau adik-adiknya, agar berlaku disiplin baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat; (5) peserta didik dapat memberikan contoh-contoh kedisiplinan di sekolah, seperti datang ke sekolah sebelum pelajaran di mulai, tertib dalam mengenakan seragam sekolah, tertib dan tenag dalam mengikuti pelajaran, di siplin dalam mengikuti tata tertib yang telah ditentukan oleh sekolah, dan lain-lain; (6) peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di rumah, seperti disiplin dalam belajar, disiplin dalam mennjalannkan ibadahshalat, ibadah puasa, di siplin dalam menjaga kebersihan rumah, pekarangan, saluran air, dan lain-lain; (7) peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di tengah-tengah kehidupan masyarakat, seperti menaati rambu-rambu lalu lintas, tidak kebut-kebutan, dengan suka rela mau antri waktu membeli karcis, dan lain-lain, dan (8) peserta didik mengamalkan dengan konsekuen kedisiplinan dalam belajar, kedisiplinan dalam beribadah, kedisiplinan dalam menaati peraturan lalu lintas, dan sebagainya. 2.3.2 Ciri-ciri Ranah Penilaian Psikomotor
Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya.
Tabel Kaitan antara kegiatan pembelajaran dengan domain tingkatan aspek Psikomotorik
2.3.3 Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Psikomotor
Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup: (1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.
Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.
Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi atau pengamatan. Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan penggunaan alins ketika belajar.
Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat terlebih dahulu harus menetapkan kisi-kisi tingkah laku apa yang hendak diobservasinya, lalu dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil observasi dalam pedoman yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam bentuk uraian mengenai tingkah laku yang tampak untuk diobservasi, bisa pula dalam bentuk memberi tanda cek (√) pada kolom jawaban hasil observasi.
Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut dapat berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.
1) Tes simulasi
Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang dapat dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik, sehingga peserta didik dapat dinilai tentang penguasaan keterampilan dengan bantuan peralatan tiruan atau berperaga seolah-olah menggunakan suatu alat yang sebenarnya.
2) Tes unjuk kerja (work sample)
Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, dilakukan dengan sesungguhnya dan tujuannya untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai/terampil menggunakan alat tersebut. Misalnya dalam melakukan praktik pengaturan lalu lintas lalu lintas di lapangan yang sebenarnya
Tes simulasi dan tes unjuk kerja, semuanya dapat diperoleh dengan observasi langsung ketika peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Lembar observasi dapat menggunakan daftar cek (check-list) ataupun skala penilaian (rating scale). Psikomotorik yang diukur dapat menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang dari sangat baik, baik, kurang, kurang, dan tidak baik.
Dengan kata lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam kegiatan-kegiatan praktik itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit bila dibandingkan dengan ranah psikomotor. Pengukuran hasil belajar ranah psikomotor menggunakan tes unjuk kerja atau lembar tugas.
Contohnya kemampuan psikomotor yang dibina dalam belajar matematika misalnya berkaitan dengan kemampuan mengukur (dengan satuan tertentu, baik satuan baku maupun tidak baku), menggambar bentuk-bentuk geometri (bangun datar, bangun ruang, garis, sudut,dll) atau tanpa alat. Contoh lainnya, siswa dibina kompetensinya menyangkut kemampuan melukis jaring-jaring kubus. Kemampuan dalam melukis jaring-jaring kubus secara psikomotor dapat dilihat dari gerak tangan siswa dalam menggunakan peralatan (jangka dan penggaris) saat melukis. Secara teknis penilaian ranah psikomotor dapat dilakukan dengan pengamatan (perlu lembar pengamatan) dan tes perbuatan.
Dalam ranah psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen, (3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif.
Lembar observasi
Beri Tanda (√)
Tabel Instrumen (alat) Asesmen Kinerja (unjuk kerja) Berpidato dengan numerical Rating Scale
PENUTUP
1) Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).
2) Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or calue complex.
3) Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.
4) Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi
5) Ciri ranah penilaian afektif yaitu pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan.
6) Ranah kogniti berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, rnemahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi
7) Cakupan yang diukur dalam ranah Kognitif adalah: Ingatan (C1), Pemahaman (C2), Penerapan (C3), Analisis (C4), Sintesis (C5), dan Evaluasi (C6).
8) Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, Menghargai, Mengorganisasi.
9) Hasil belajar keterampilan (psikomotor) dapat diukur melalui: (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Dalam ranah psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen, (3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2009. “Aspek Penilaian dalam KTSP Bag 1 (Aspek Kognitif)”. (Online) http://massofa.wordpress.com/feed/. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Sistem Penilaian”. (Online) http://smak.yski.info/. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Pengembnagan Perangkat Penilaian Psikomotor dan Prosedur Penilaian”.(Online) http://nurmanspd.wordpress.com/2009/09/17/pengembangan-perangkat-penilaian-psikomotor/. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Pengukuran Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor”. (Online) http://hadirukiyah.blogspot.com/2009/08/pengukuran-ranah-kognitif-afektif-dan.html. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif”. (Online) http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/15/pengertian-fungsi-dan-mekanisme-penetapan-kriteria-ketuntasan-minimal-kkm/. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Penilaian Ranah Psikomotorik Siswa”. (Online) http://delapanratus.blogspot.com/2009/04/penilaian-ranah-psikomotorik-siswa.html. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset
Sri Wardani. 2004. Penilaian Pembelajaran Matematika Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Sudjono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengtahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).
Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
a) Ranah proses berfikir (cognitive domain)
b) Ranah nilai atau sikap (affective domain)
c) Ranah keterampilan (psychomotor domain)
Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Sasaran kegiatan evaluasi hasil belajar adalah:
1) Apakah peserta didik sudah dapat memahami semua bahan atau materi pelajaran yang telah diberikan pada mereka?
2) Apakah peserta didik sudah dapat menghayatinya?
3) Apakah materi pelajaran yang telah diberikan itu sudah dapat diamalkan secara kongkret dalam praktek atau dalam kehidupannya sehari-hari?
Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ranah Penilaian Kognitif, Ciri-ciri, dan Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Kognitif
2.1.1 Pengertian Ranah Penilaian Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:
- Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat menghafal surat al-‘Ashar, menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai salah satu materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam di sekolah.
- Pemahaman (comprehension)
Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya: Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan jelas.
- Penerapan (application)
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
- Analisis (analysis)
Contoh: Peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.
- Sintesis (syntesis)
- Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin dan dapat menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan menimpa seseorang yang bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan perintah Allah SWT yang waji dilaksanakan dalam sehari-hari.
Keenam jenjang berpikir yang terdapat pada ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom itu, jika diurutkan secara hirarki piramidal adalah sebagai tertulis pada gambar 1.
Keenam jenjang berpikir ranah kognitif bersifat kontinum dan overlap (tumpang tindih), dimana ranah yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada dibawahnya. Overlap di antara enam jenjang berfikir itu akan lebih jelas terlihat pada gambar 2.
Penilaian (Evaluation)
Sintesis (Syntesis)
Analisis (Analysis)
Penerapan (Aplikation)
Pemahaman (Comprehensi)
Pengetahuan (Knowledge)
GAMBAR 1. Enam jenjang berpikir pada ranah kognitif
6
5
4
3
2
1
GAMBAR 2. Overlap antara enam jenjang pada ranah kognitif.
Keterangan : Pengetahuan (1) adalah merupakan jenjang berpikir paling dasar. Pemahaman (2) mencakup pengetahuan (1). Aplikasi atau penerapan (3) mencakup pemahaman (2)dan pengetahuan (1). Sintesis (5) meliputi juga analisis (4), aplikasi (3), pemahaman (2) dan pengetahuan (1). Evaluasi (6) meliputi juga sintesis (5) , analisis (4), aplikasi (3), pemahaman (2) dan pengetahuan (1).
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
2.1.2 Ciri-ciri Ranah Penilaian Kognitif
Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi. Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarki yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut juntuk menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab—akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial, teori-teori yang termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Dengan demikian aspek kognitif adalah sub-taksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut yaitu:
- Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi problem solving dan lain sebagianya.
- Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan
pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri. - Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi yang baru, serta memecahlcan berbagai masalah yang timbuldalam kehidupan sehari-hari.
- Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan
mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari. - Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
- Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.
Tabel Kaitan antara kegiatan pembelajaran dengan domain tingkatan aspek kognitif
No | Tingkatan | Deskripsi |
1 | Pengetahuan | Arti: Pengetahuan terhadap fakta, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, teori, prosedur,dll. Contoh kegiatan belajar:
|
2 | Pemahaman | Arti:pengertian terhadap hubungan antar-faktor, antar konsep, dan antar data hubungan sebab akibat penarikan kesimpulan Contoh kegiatan belajar: ¨ Mengungkapakan gagasan dan pendapat dengan kata-kata sendiri ¨ Membedakan atau membandingkan ¨ Mengintepretasi data ¨ Mendriskripsikan dengan kata-kata sendiri ¨ Menjelaskan gagasan pokok ¨ Menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri |
3 | Aplikasi | Arti: Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari Contoh kegiatan:
|
4 | Analisis | Artinya: menentukan bagian-bagian dari suatu masalah, penyelesaian, atau gagasan dan menunjukkan hubungan antar bagian tersebut Contoh kegiatan belajar:
|
5 | Sintesis | Artinya: menggabungkan berbagai informasi menjadi satu kesimpulan/konsepatau meramu/merangkai berbagai gagasan menjadi suatu hal yang baru Contoh kegiatan belajar: v Membuat desain v Menemukan solusi masalah v Menciptakan produksi baru,dst. |
6 | Evaluasi | Arti: mempertimbangkan dan menilai benar-salah, baik-buruk, bermanfaat-tidak bermanfaat Contoh kegiatan belajar: Mempertahankan pendapat Membahas suatu kasus Memilih solusi yang lebih baik Menulis laporan,dst. |
2.1.3 Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Kognitif
Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan terus-menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik. Pengukuran hasil belajar ranah kognitif dilakukan dengan tes tertulis.
Bentuk tes kognitif diantaranya; (1) tes atau pertanyaan lisan di kelas, (2) pilihan ganda, (3) uraian obyektif, (4) uraian non obyektif atau uraian bebas, (5) jawaban atau isian singkat, (6) menjodohkan, (7) portopolio dan (8) performans.
Cakupan yang diukur dalam ranah Kognitif adalah:
a. Ingatan (C1) yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat. Ditandai dengan kemampuan menyebutkan simbol, istilah, definisi, fakta, aturan, urutan, metode.
- Pemahaman (C2) yaitu kemampuan seseorang untuk memahami tentang sesuatu hal. Ditandai dengan kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, memperkirakan, menentukan, menginterprestasikan.
- Analisis (C4), Kemampuan berfikir secara logis dalam meninjau suatu fakta/ objek menjadi lebih rinci. Ditandai dengan kemampuan membandingkan, menganalisis, menemukan, mengalokasikan, membedakan, mengkategorikan.
- Evaluasi (C6), Kemampuan berpikir untuk dapat memberikan pertimbangan terhadap sustu situasi, sistem nilai, metoda, persoalan dan pemecahannya dengan menggunakan tolak ukur tertentu sebagai patokan. Ditandai dengan kemampuan menilai, menafsirkan, mempertimbangkan dan menentukan.
2.2 Pengertian Ranah Penilaian Afektif, Ciri-ciri, dan Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif
2.2.1 Pengertian Ranah Penilaian Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam dan sebagainya.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or calue complex
Receiving atau attending (= menerima atua memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh.
Responding (= menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggeli lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Organization (=mengatur atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai efektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh bapak presiden Soeharto pada peringatan hari kemerdekaan nasional tahun 1995.
Characterization by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT yang tertera di Al-Quran menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan sekolah, dirumah maupun ditengah-tengan kehidupan masyarakat.
Secara skematik kelima jenjang afektif sebagaimana telah di kemukakan dalam pembicaraan diatas, menurut A.J Nitko (1983) dapat di gambarkan sebagai berikut:
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, Menghargai, Mengorganisasi, dan Karakteristik suatu nilai.
Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju.
2.2.2 Ciri-ciri Ranah Penilaian Afektif
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk.
Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes.
Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
- Sikap
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
- Minat
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
- mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
- mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
- pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
- menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
- mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
- bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
- meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
- Konsep Diri
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut:
- Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
- Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
- Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
- Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
- Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
- Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik.
- Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
- Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
- Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
- Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
- Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
- Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
- Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
- Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
- Peserta didik mampu menilai dirinya.
- Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
- Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
- Nilai
Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
- Moral
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Ranah afektif lain yang penting adalah:
- Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
- Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
- Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
- Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.
Tabel Kaitan antara kegiatan pembelajaran dengan domain tingkatan aspek Afektif
Tingkat | Contoh kegiatan pembelajaran |
Penerimaan (Receiving) | Arti : Kepekaan (keinginan menerima/memperhatikan) terhadap fenomena/stimult menunjukkan perhatian terkontrol dan terseleksi Contoh kegiatan belajar : -sering mendengarkan musik - senang membaca puisi - senang mengerjakan soal matematik - ingin menonton sesuatu - senang menyanyikan lagu |
Responsi (Responding) | Arti : menunjukkan perhatian aktif melakukan sesuatu dengan/tentang fenomena setuju, ingin, puas meresponsi (mendengar) Contoh kegiatan belajar : ü mentaati aturan ü mengerjakan tugas ü mengungkapkan perasaan ü menanggapi pendapat ü meminta maaf atas kesalahan ü mendamaikan orang yang bertengkar ü menunjukkan empati ü menulis puisi ü melakukan renungan ü melakukan introspeksi |
Acuan Nilai ( Valuing) | Arti : Menunjukkan konsistensi perilaku yang mengandung nilai, termotivasi berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang pasti Tingkatan : menerima, lebih menyukai, dan menunjukkan komitmen terhadap suatu nilai Contoh Kegiatan Belajar :
|
Organisasi | Arti : mengorganisasi nilai-nilai yang relevan ke dalam suatu sistem menentukan saling hubungan antar nilai memantapkan suatu nilai yang dominan dan diterima di mana-mana memantapkan suatu nilaimyang dominan dan diterima di mana-mana Tingkatan : konseptualisasi suatu nilai, organisasi suatu sistem nilai Contoh kegiatan belajar :
|
2.2.3 Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif
Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal yaitu: a) laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim, b) pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:
- Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian
- Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa puas dalam merespon, mematuhi peraturan
- Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen terhadap nilai
- Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai
Skala yang sering digunakan dalam instrumen (alat) penilaian afektif adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran sejarah
7 | 6 | 5 | 4 | 3 | 2 | 1 | |
Saya senang balajar sejarah | | | | | | | |
Pelajaran sejarah bermanfaat | | | | | | | |
Pelajaran sejarah membosankan | | | | | | | |
Dst…. | | | | | | | |
Contoh Skala Likert: Minat terhadap pelajaran sejarah
| SS | S | TS | STS |
| | | | |
| | | | |
| | | | |
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju
Contoh Lembar Penilaian Diri Siswa
Minat Membaca
Nama Pembelajar:_____________________________
No | Deskripsi | Ya/Tidak |
1 | Saya lebih suka membaca dibandingkan dengan melakukan hal-hal lain | |
2 | Banyak yang dapat saya ambil hikmah dari buku yang saya baca | |
3 | Saya lebih banyak membaca untuk waktu luang saya | |
4 | Dst………….. | |
2.3 Pengertian Ranah Penilaian Psikomotorik, Ciri-ciri, dan Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Psikomotorik
2.3.1 Pengertian Ranah Penilaian Psikomotor
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasi belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif dengan materi kedisiplinan menurut agama Islam sebagaimana telah dikemukakan pada pembiraan terdahulu, maka wujud nyata dari hasil psikomotor yang merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif afektif itu adalah; (1) peserta didik bertanya kepada guru pendidikan agama Islam tentang contoh-contoh kedisiplinan yang telah ditunjukkan oleh Rosulullah SAW, para sahabat, para ulama dan lain-lain; (2) peseta didik mencari dan membaca buku-buku, majalah-majalah atau brosur-brosur, surat kabar dan lain-lain yang membahas tentang kedisiplinan; (3) peserta didik dapat memberikan penejelasan kepada teman-teman sekelasnya di sekolah, atau kepada adik-adiknya di rumah atau kepada anggota masyarakat lainnya, tentang kedisiplinan diterapkan, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat; (4) peserta didik menganjurkan kepada teman-teman sekolah atau adik-adiknya, agar berlaku disiplin baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat; (5) peserta didik dapat memberikan contoh-contoh kedisiplinan di sekolah, seperti datang ke sekolah sebelum pelajaran di mulai, tertib dalam mengenakan seragam sekolah, tertib dan tenag dalam mengikuti pelajaran, di siplin dalam mengikuti tata tertib yang telah ditentukan oleh sekolah, dan lain-lain; (6) peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di rumah, seperti disiplin dalam belajar, disiplin dalam mennjalannkan ibadahshalat, ibadah puasa, di siplin dalam menjaga kebersihan rumah, pekarangan, saluran air, dan lain-lain; (7) peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di tengah-tengah kehidupan masyarakat, seperti menaati rambu-rambu lalu lintas, tidak kebut-kebutan, dengan suka rela mau antri waktu membeli karcis, dan lain-lain, dan (8) peserta didik mengamalkan dengan konsekuen kedisiplinan dalam belajar, kedisiplinan dalam beribadah, kedisiplinan dalam menaati peraturan lalu lintas, dan sebagainya. 2.3.2 Ciri-ciri Ranah Penilaian Psikomotor
Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya.
Tabel Kaitan antara kegiatan pembelajaran dengan domain tingkatan aspek Psikomotorik
Tingkat | Deskripsi |
I. Gerakan Refleks | Arti: gerakan refleks adalah basis semua perilaku bergerak, respons terhadap stimulus tanpa sadar. Misalnya:melompat,menunduk,berjalan,menggerakkan leher dan kepala, menggenggam, memegang Contoh kegiatan belajar: - mengupas mangga dengan pisau - memotong dahan bunga - menampilkan ekspresi yang berbeda - meniru gerakan polisi lalulintas, juru parkir - meniru gerakan daun berbagai tumbuhan yang diterpa angin |
II Gerakan dasar (basic fundamental movements) | Arti: gerakan ini muncul tanpa latihan tapi dapat Diperhalus melalui praktik gerakan ini terpola dan dapat ditebak Contoh kegiatan belajar:
|
III. Gerakan Persepsi ( Perceptual obilities) | Arti : Gerakan sudah lebih meningkat karena dibantu kemampuan perseptual Contoh kegiatan belajar: ¨ menangkap bola, mendrible bola ¨ melompat dari satu petak ke petak lain dengan 1 kali sambil menjaga keseimbangan ¨ memilih satu objek kecil dari sekelompok objek yang ukurannya bervariasi ¨ membaca melihat terbangnya bola pingpong ¨ melihat gerakan pendulun menggambar simbol geometri ¨ menulis alfabet ¨ mengulangi pola gerak tarian ¨ memukul bola tenis, pingpong ¨ membedakan bunyi beragam alat musik ¨ membedakan suara berbagai binatang ¨ mengulangi ritme lagu yang pernah didengar ¨ membedakan berbagai tekstur dengan meraba |
IV. Gerakan Kemampuan fisik (Psycal abilities) | Arti: gerak lebih efisien, berkembang melalui kematangan dan belajar Contoh kegiatan belajar: menggerakkan otot/sekelompok otot selama waktu tertentu berlari jauh mengangkat beban menarik-mendorong melakukan push-up kegiatan memperkuat lengan, kaki dan perut menari melakukan senam melakukan gerakan pesenam, pemain biola, pemain bola |
V. gerakan terampil (Skilled movements) | Arti: dapat mengontrol berbagai tingkat gerak – terampil, tangkas, cekatan melakukan gerakan yang sulit dan rumit (kompleks) Contoh kegiatan belajar:
|
VI. Gerakan indah dan kreatif (Non-discursive communicatio) | Arti: mengkomunikasikan perasaan melalui gerakan - gerak estetik: gerakan-gerakan terampil yang efisien dan indah - gerakan kreatif: gerakan-gerakan pada tingkat tertinggi untuk mengkomunikasikan peran Contoh kegiatan belajar: v kerja seni yang bermutu (membuat patung, melukis, menari baletr v melakukan senam tingkat tinggi v bermain drama (acting) v keterampilan olahraga tingkat tinggi |
2.3.3 Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Psikomotor
Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup: (1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.
Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.
Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi atau pengamatan. Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan penggunaan alins ketika belajar.
Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat terlebih dahulu harus menetapkan kisi-kisi tingkah laku apa yang hendak diobservasinya, lalu dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil observasi dalam pedoman yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam bentuk uraian mengenai tingkah laku yang tampak untuk diobservasi, bisa pula dalam bentuk memberi tanda cek (√) pada kolom jawaban hasil observasi.
Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut dapat berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.
1) Tes simulasi
Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang dapat dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik, sehingga peserta didik dapat dinilai tentang penguasaan keterampilan dengan bantuan peralatan tiruan atau berperaga seolah-olah menggunakan suatu alat yang sebenarnya.
2) Tes unjuk kerja (work sample)
Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, dilakukan dengan sesungguhnya dan tujuannya untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai/terampil menggunakan alat tersebut. Misalnya dalam melakukan praktik pengaturan lalu lintas lalu lintas di lapangan yang sebenarnya
Tes simulasi dan tes unjuk kerja, semuanya dapat diperoleh dengan observasi langsung ketika peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Lembar observasi dapat menggunakan daftar cek (check-list) ataupun skala penilaian (rating scale). Psikomotorik yang diukur dapat menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang dari sangat baik, baik, kurang, kurang, dan tidak baik.
Dengan kata lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam kegiatan-kegiatan praktik itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit bila dibandingkan dengan ranah psikomotor. Pengukuran hasil belajar ranah psikomotor menggunakan tes unjuk kerja atau lembar tugas.
Contohnya kemampuan psikomotor yang dibina dalam belajar matematika misalnya berkaitan dengan kemampuan mengukur (dengan satuan tertentu, baik satuan baku maupun tidak baku), menggambar bentuk-bentuk geometri (bangun datar, bangun ruang, garis, sudut,dll) atau tanpa alat. Contoh lainnya, siswa dibina kompetensinya menyangkut kemampuan melukis jaring-jaring kubus. Kemampuan dalam melukis jaring-jaring kubus secara psikomotor dapat dilihat dari gerak tangan siswa dalam menggunakan peralatan (jangka dan penggaris) saat melukis. Secara teknis penilaian ranah psikomotor dapat dilakukan dengan pengamatan (perlu lembar pengamatan) dan tes perbuatan.
Dalam ranah psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen, (3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif.
Lembar observasi
Beri Tanda (√)
Nama Siswa | Mengerjakan Tugas (On-Task) | Tidak Mengerjakan Tugas (Off-Task) | Catatan Guru |
Damar | | | |
Ayu | | | |
Dst….. | | | |
Nama : ……………………………………………. Kelas : ……………………………………………. | |||||
Petunjuk: Berilah skor untuk setiap aspek kinerja yang sesuai dengan ketentuan berikut: (4) bila aspek tersebut dilakukan dengan benar dan cepat (3) bila aspek tersebut dilakaukan dengan benar tapi lama (2) bila aspek tersebut dilakukan selesai tetapi salah (1) bila dilakukan tapi tidak selesai ( 0 = tidak ada usaha) | |||||
No | Aspek yang dinilai | Skor | |||
4 | 3 | 2 | 1 | ||
1. | Berdiri tegak menghadap penonton | | | | |
2. | Mengubah ekspresi wjah sesuai dengan pernyataan | | | | |
3. | Berbicara dengan kata-kata yang jelas | | | | |
4. | Tidak mengulang-ulang pernyataan | | | | |
5. | Berbicara cukup keras untuk didengar penonton | | | | |
PENUTUP
1) Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).
2) Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or calue complex.
3) Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.
4) Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi
5) Ciri ranah penilaian afektif yaitu pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan.
6) Ranah kogniti berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, rnemahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi
7) Cakupan yang diukur dalam ranah Kognitif adalah: Ingatan (C1), Pemahaman (C2), Penerapan (C3), Analisis (C4), Sintesis (C5), dan Evaluasi (C6).
8) Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, Menghargai, Mengorganisasi.
9) Hasil belajar keterampilan (psikomotor) dapat diukur melalui: (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Dalam ranah psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen, (3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2009. “Aspek Penilaian dalam KTSP Bag 1 (Aspek Kognitif)”. (Online) http://massofa.wordpress.com/feed/. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Sistem Penilaian”. (Online) http://smak.yski.info/. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Pengembnagan Perangkat Penilaian Psikomotor dan Prosedur Penilaian”.(Online) http://nurmanspd.wordpress.com/2009/09/17/pengembangan-perangkat-penilaian-psikomotor/. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Pengukuran Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor”. (Online) http://hadirukiyah.blogspot.com/2009/08/pengukuran-ranah-kognitif-afektif-dan.html. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif”. (Online) http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/15/pengertian-fungsi-dan-mekanisme-penetapan-kriteria-ketuntasan-minimal-kkm/. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Penilaian Ranah Psikomotorik Siswa”. (Online) http://delapanratus.blogspot.com/2009/04/penilaian-ranah-psikomotorik-siswa.html. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset
Sri Wardani. 2004. Penilaian Pembelajaran Matematika Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Sudjono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER
0 Response to "RANAH PENILAIAN KOGNITIF, AFEKTIF, DAN PSIKOMOTORIK"
Posting Komentar