Mungkin belum pernah terbayangkan jika hakikat spesies primata manusia saat ini sebagian dipengaruhi virus dalam perjalanan panjang evolusinya.
Para ilmuwan di Genome Institute of Singapore (GIS), sebuah lembaga penelitian biomedis Agency for Science, Technology and Research (A * STAR), bersama kolega mereka dari National University of Singapore, Nanyang Technological University, Duke-NUS Graduate Medical School dan Universitas Princeton baru-baru ini menemukan bahwa virus yang ‘menyerang’ genom manusia jutaan tahun lalu telah mengubah cara gen aktif dan non-aktif dalam sel-sel induk embrio (embryonic stem) manusia.
Hasil penelitian ini memberikan bukti mutlak sebuah teori yang pertama kali diusulkan pada 1950-an oleh pemenang Nobel dalam fisiologi dan obat-obatan, Barbara McClintock, yang menghipotesa bahwa elemen-elemen transposable (yang dapat berpindah), potongan mobile bahan genetik (DNA), seperti sekuens virus, bisa menjadi “elemen-elemen kontrol” yang mempengaruhi regulasi gen begitu dimasukkan ke dalam genom.
Temuan ini merupakan kontribusi penting bagi kemajuan penelitian sel induk dan berpotensi untuk obat regeneratif. Dipimpin oleh GIS Senior Group Leader, Dr Guillaume Bourque, penelitian ini dipublikasikan di Nature Genetics pada tanggal 6 Juni 2010.
Melalui penggunaan teknologi sequencing baru, para ilmuwan mempelajari lokasi genom dari tiga protein regulasi (OCT4, NANOG dan CTCF) pada sel induk embrio manusia dan tikus. Menariknya, sementara para ilmuwan menemukan banyak kesamaan, mereka juga menemukan banyak perbedaan dalam metode dan tipe gen yang diatur pada manusia. Secara khusus, ditemukan bahwa tipe tertentu virus yang menyisipkan diri ke dalam genom manusia jutaan tahun yang lalu telah merubah secara dramatis jaringan gen regulasi dalam sel induk manusia.
“Penelitian ini merupakan komputasi dan eksperimental yang spektakuler. Ini memberikan bukti tak terbantahkan bahwa beberapa unsur transposable, yang sering dianggap hanya sebagai junk DNA, merupakan komponen kunci dari kode peraturan yang mendasari perkembangan manusia,” kata Dr Cedric Feschotte, Profesor Asosiasi dari University of Texas Arlington.
Perbandingan antara sistem model manusia dan tikus dalam studi jaringan regulasi gen membantu memajukan pemahaman tentang bagaimana sel-sel induk berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel tubuh. “Pemahaman ini sangat penting dalam meningkatkan pengembangan obat regeneratif untuk penyakit seperti Parkinson dan leukemia,” kata Dr Bourque. “Meskipun menggunakan sel induk embrio tikus dalam studi jaringan regulasi gen adalah menguntungkan, namun penelitian lebih lanjut harus lebih fokus langsung pada sel induk manusia. Hal ini disebabkan karena tantangan yang bersifat mengkonversi hasil penelitian dilakukan dari satu spesies ke spesies berikutnya. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan pada sel induk primata baik manusia maupun non-manusia untuk temuan pada sel induk yang akan digunakan dalam aplikasi klinis.”
Prof Raymond L. White, PhD, Rudi Schmid, Distinguished Professor of Neurology, University of California mengatakan, “Makalah ini melaporkan temuan baru yang sangat menarik yang membentuk mekanisme baru dan berbeda secara mendasar bagi regulasi ekspresi gen. Dengan membandingkan genom tikus dengan manusia, para ilmuwan mampu menunjukkan bahwa situs mengikat bagi faktor-faktor regulasi gen seringkali tidak di tempat yang sama antara dua spesies ini. Hal demikian dengan sendirinya akan sangat mengejutkan, namun para peneliti lebih jauh menunjukkan bahwa banyak situs yang tertanam dalam kelas urutan DNA yang disebut elemen-elemen “transposable” karena kemampuan mereka berpindah ke tempat baru dalam genom. Ada sejumlah elemen tersebut diyakini sebagai sisa-sisa evolusi genom virus, tapi sangat mengejutkan untuk mempelajari bahwa mereka membawa situs-situs mengikat untuk elemen regulasi ke lokasi-lokasi baru. Perubahan-perubahan dalam regulasi ini diharapkan menciptakan perubahan besar pada organisme-organisme yang membawa mereka. Memang, banyak yang berpikir bahwa perubahan regulasi berada di jantung spesiasi dan mungkin telah memainkan peran besar dalam evolusi manusia dari para pendahulu mereka. Ini cenderung menjadi kertas petunjuk di lapangan.”
Dr Eddy Rubin, Direktur U.S. Department of Energy Joint Genome Institute dan Direktur Divisi Genomika pada Lawrence Berkeley National Laboratory di Berkeley, menambahkan, “Penelitian yang menggunakan strategi genomik komparatif ini menemukan sifat penting tertentu manusia dari jaringan regulasi pada sel induk embrio manusia. Informasi ini adalah penting dan berkontribusi untuk membantu memajukan bidang kedokteran regeneratif.”
Sumber: sciencedaily.com
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER
0 Response to "Serangan Virus Purba di Masa Lalu Mengubah Genom Manusia"
Posting Komentar