Pembibitan Lele Dumbo Dalam Waktu 48 jam dengan Metode Suntik Hypofisa

Latar Belakang
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi juga perhatian mereka terhadap kebutuhan gizi. Hal ini dapat kita lihat dari tingginya permintaan masyarakat Yogyakarta (umumnya berpendidikan) terhadap protein hewani yang merupakan salah satu unsur gizi yang penting. Selama ini kebutuhan protein hewani masyarakat Yogyakarta banyak dipenuhi dari produk-produk asal unggas dan daging hewan ternak lainnya (sapi, kambing dll). Akhir-akhir ini, maraknya isu flu burung dan tingginya harga daging menyebabkan sebagian masyarakat memilih ikan sebagai alternatif lain pemenuhan kebutuhan protein hewani tersebut. Salah satu jenis ikan yang banyak diminati masyarakat Yogyakarta adalah ikan lele. Hal ini disebabkan dagingnya yang lezat dan harganya yang terjangkau. Fenomena ini dapat kita lihat dari banyaknya warung “pecel lele” yang bertebaran di Indonesia khususnya di Yogyakarta.
Semakin banyaknya permintaan pasar terhadap ikan lele, membuat semakin banyak peternak yang tertarik untuk membudidayakan ikan ini. Selain itu, Ikan ini juga tahan terhadap kondisi lingkungan yang buruk dan proses pemeliharaannya relatif mudah. Namun, seringkali para peternak lele mengalami kesulitan dalam pembenihan ikan ini akibat pola perkawinannya yang sulit yaitu sangat selektif dalam memilih pasangan/ jodohnya sehingga angka keberhasilan pembenihannya rendah. Selain itu, dibutuhkan biaya yang besar, kondisi lingkungan yang baik, serta pengalaman dalam pembenihan metode biasa. Hal ini menyebabkan para peternak lele tidak mampu memproduksi benih lele secara mandiri. Sulitnya pembenihan lele ini mengakibatkan harga benih lele di pasaran jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan benih-benih ikan lain.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam pembenihan lele ini dapat digunakan metode suntik hypofisa. Metode suntik hypofisa merupakan salah satu metode dalam pembenihan ikan lele yang belum banyak dikenal masyarakat. Hal ini disebabkan kurangnya informasi mengenai tata cara pelaksanaanya. Dengan rekayasa hormon, pembenihan tidak lagi bergantung pada induk ikan matang telur yang biasanya terjadi pada musim-musim tertentu. Selain itu, pembenihan secara buatan ini juga dapat meningkatkan produksi benih, menjamin ketersediaan benih secara terkendali serta menekan kematian benih karena lingkungan hidup mereka diatur dengan lebih baik.
Tinjauan Pustaka
Lele merupakan jenis ikan yang sudah menyebar di banyak negara di dunia. Sedikitnya dikenal 56 spesies lele yang telah terdaftar. Lele ini mempunyai banyak keunikan sehingga mendapatkan banyak julukan seperti walking fish, cat fish, air breathing fish, scavenger dll.
Indonesia memiliki 6 jenis lele dari ke-56 jenis lele yang terdaftar di dunia yaitu : Clarias batrachus, Clarias teysmani, Clarias melanoderma, Clarias nieuhofi, Clarias loiacanthus, dan Clarias gariepinus.
· Clarias batrachus, dikenal sebagai ikan lele (Jawa), ikan kalang (Sumatra Barat), ikan maut (Sumatra Utara), dan ikan pintet (Kalimantan Selatan).
· Clarias teysmani, dikenal sebagai lele Kembang (Jawa Barat), Kalang putih (Padang).
· Clarias melanoderma, yang dikenal sebagai ikan duri (Sumatra Selatan), wais (Jawa Tengah), wiru (Jawa Barat).
· Clarias nieuhofi, yang dikenal sebagai ikan lindi (Jawa), limbat (Sumatra Barat), kaleh (Kalimantan Selatan).
· Clarias loiacanthus, yang dikenal sebagai ikan keli (Sumatra Barat), ikan penang (Kalimantan Timur).
· Clarias gariepinus, yang dikenal sebagai lele Dumbo (Lele Domba), King cat fish, berasal dari Afrika (Anonim, 2007).
Jenis-jenis lele yang terdapat diseluruh dunia.
4. Clarias alluaudi Alluaud's catfish
7. Clarias anguillaris Mudfish
32. Clarias liocephalus
35. Clarias macrocephalus
37. Clarias meladerma
40. Clarias ngamensis
51. Clarias stappersii
55. Clarias theodorae
(Anonim, 2007)
Lele dumbo yang bernama ilmiah Clarias geriepinus kedatangannya ke Indonesia sekitar bulan November 1986 dari Negara Taiwan sehingga dapat dikatakan bahwa lele baru 7 tahun di negri ini. Jenis lele ini termasuk hibrida dan pertumbuhan tubuhnya cukup spektakuler baik panjang maupun berat tubuhnya. Dari hasil uji coba selama 24 mingu (5-6 bulan) di kolam 100 m2 dari benih berukuran 5-8 cm dapat mencapi berat 180-200 gram/ ekor, sedangkan lele lokal (clarias batracus) paling tinggi mempunyai berat 40-50 gram/ ekor. Hal ini berarti pertumbuhan lele dumbo dapat 4 kali pertumbuhan lele lokal (Santoso, 1993).
Sistematika lele dumbo
Phulum : Chordata (hewan bertulang punggung)
Klass : Pisces (bangsa ikan yang memiliki lembaran-lembaran ingsang untuk bernafas)
Subklass : Teleostei (ikan bertulang belakang)
Ordo : Ostariophysi (ikan yang di dalam rongga perut nagian atas terdapat tulang belakang yang disebut tulang weber sebagai alat pelengkap untuk fungsi keseimbangan)
Subordo : Siluroidea (ikan yang bercirikan tubuh memanjang, tidak bersisik)
Famili :Clariidae (kelompok ikan yang mempunyai kepala gepeng, sungut empat pasang, sirip dada, berpatil, serta mempunyai alat pernafasan tambahan)
Genus : Clarias
Spesies : Clarias geriepinus (hasil identifikasi BBAT Sukabumi)
Nama Inggris : King catfish atau raja ikan lele
Asal : Benua Afrika
(Susanto, 1988)
A. Ciri-ciri morfologis
Ciri-ciri khusus lele dombo dapat dilihat dari beberapa bagian tubuhnya antara lain : Bentuk tubuhnya memanjang, bagian kepala gepeng atau pipih, batok kepala umumnya keras dan meruncing kebelakang (Santoso, 1993).
Berbeda dengan jenis ikan konsumsi lainnya, seperti nila (Orechromis niloticus), ikan mas (Cyprinus carpio) yang mempunyai sisik, ikan lele tidak mempunyai sisik mulai dari ujung moncong mulut hingga bagian ekor. (Santoso, 1993).
Lele dumbo akan menjadi pucat apabila terkena sinar matahari, tubuh lele dumbo juga akan dipenuhi dengan bintik-bintik hitam jika mengalami stress (Santoso, 1993).
Lele dumbo dengan mulutnya yang lebar dapat menghisap makanan organisme di dasar perairan dan makana buatan. Bahkan dengan gigi-giginya yang tajam ia sanggup menghabiskan bangkai dengan cara mencabik-cabik. Seekor lele dumbo yang mempunyai berat kurang lebih 200 g, panjang 30 cm besar lingkaran mulutnya adalah 7,5 cm memungkinkan baginya menelan ikan lain yang berukuran 8-10 cm. Selain mengenal mangsanya dengan alat penciuman, lele dumbo dapat mengenal dan menemukan makanan dengan rabab (tentakel) dengan menggerak-gerakan salah satu sungutnya terutama mandibular (Santoso, 1993).
Gambar Sungut Lele
Ciri morfologis lele dumbo yang lain adalah sungutnya. Sungut ini berada di sekitar mulut berjumlah delapan buah atau empat pasang terdiri dari sungut nasal dua buah, sungut mandibular luar dua buah, mandibular dalam dua buah, serta sungut maxilar dua buah (Santoso, 1993).
Lele dumbo juga mempunyai lima buah sirip yang terditrri dari sirip pasangan (ganda) dan sirip tunggal. Yang berpasangan adalah sirip dada (pectoral) dan sirip perut (ventral). Sedangklan yang tunggal adalah sirip sirip punggung (dorsal), ekor (caudal) serta sirip dubur (anal). Pada sirip dada dilengkapi dengan patil atau taji tidak beracun. Dibandingkan lele lokal, patil lele dumbo lebih pendek dan tumpul. Selain kemampuan meloloskan diri dari kolam piaraan dengan cara melompat, ia pun sanggup merangkap-rangkak (gerakan zig-zag) di atas tanah tanpa air dalam waktu lama asalkan lembab (Santoso, 1993).
B. Perbedaan Lele Jantan dan Betina
Pebedaan
Lele Jantan
Lele Betina
· Kelamin
· Bentuk Perut
· Gerakan
· Bentuk kepala
Runcing
Perut ramping, jika diurut keluar cairan putih
Lincah
Pipih, warna gelap
Bulat
Perut gendut, kemerahan, jika diurut keluar cairan bening
Lambat
Cembung, warna lebih cerah
C. Habitat lingkungan hidup
Semua perairan tawar dapat menjadi lingkungan hidup atau habitat lele dumbo. Misalnya waduk, bendungan, danau, rawa, maupun genangan air tawar lainnya. Di alam bebas, lele dumbo ini memang lebih menyukai air yang arusnya megalir secara perlahan atau lambat. Terhadap aliran air yang deras lele dumbo kurang menyukainya. Oleh karena itu sungai yang aliran airnya lambat sering terdapat ikan lele (Santoso, 1993).
Walaupun lele dumbo jelas mendiami perairan tawar, namun sering pula terdapat pada perairan agak asin atau payau. Hal ini terbukti di darah tanjung priok Jakarta utara, banyak warga memanfaatkan semacam genangan air payau untuk usaha pembesaran lele dumbo. Lele dumbo asal afrika ternyata sangat toleransi terhadap suhu air yang cukup tinggi yaitu 20-35°C. Disamping itu, ia dapat hidup pada kondisi lingkungan perairan yang jelek. Dengan kata lain, kondisi air yang kandungan oksigennya sangat minim lele dumbo masih dapoat bertahan hidup, karena lele dumbo memiliki alat pernafasan tambahan yang disebut organ arborscent (Santoso, 1993).
D. Sifat
Pada siang hari lele dumbo jarang menampakkan aktivitasnya dan lebih menyukai tempat yang bersuasana sejuk dan gelap. Hal ini sesuai dengan salah satu sifatnya yang nocturnal (aktif pada malam hari). Untuk mencari makan pun biasanya dilakukan pada malam hari. Namun, kolam-kolam budidaya lele dumbo dapat dibiasakan diberi makan pada siang hari (Santoso, 1993).
Lele dumbo terkenal rakus, karena mempunyai ukuran tubuh yang relatif besar sehingga mampu menyantap makanan alami di dasar perairan dan pakan buatan seperti pellet. Oleh karena itu, lele dumbo sering dikategorikan sebagai hewan pemakan segala (omnivore). Makan berupa bangkai seperti ayam, bebek, angsa dan bangkai lainnya dilahap dengan menggunakan giginya yang terletak pada rahang dan mencabik-cabik bangkai itu hingga habis tersisa tulang-tulangnya saja. Maka, lele dumbo juga dikenal sebagai pemakan bangkai atau scavenger. Dikolam budidaya lele dumbo lele dumbo mau menerima segala jenis makan yang diperuntukan untuknya (Santoso, 1993).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh BPPAT (Balai Penelitian Perikanan Air Tawar) di Bogor Jawa barat sifat fisik lele dumbo antara lain : patilnya tidak berbisa sehingga aman jika dipegang dengan tangan kosong, mempunyai gerakan yang lebih agresif, tidak merusak pematang, dan seluruh tubuhnya menjadi loreng jika menderita loreng atau terkejut (Santoso, 1993).
Dari sudut perkembangbiakan, lele dumbo mencapai dewasa setelah berumur 2-3 tahun dan memijah selama musim hujan dan akhir musim hujan. Sedangkan di kolam-kolam budidaya dapat mencapai dewasa kelamin relatif lebih singkat jika dibandingkan dengan di alam yaitu 7-10 bulan dengan kisaran berat 200-500 g/ekor. Biasanya meletakkan seluruh telurnya pada berbagai substrat seperti rumput dan daun namun adakalanya menempelkan telurnya pada bebatuan yang kedalam airnya sekitar 10 cm dan berarus tidak deras atau tenang. Telur-telur yang dikeluarkan oleh induk betina segera dibuahi induk jantan dengan mengeluarkan cairan sperma di dalam air. Jika proses perkawinan selesai, maka mereka segera meninggalkan telur dan mencari tempat baru setelah berselang beberapa minggu (Santoso, 1993).
Gambar Ikan lele dewasa
Dalam tempo 24-36 jam (tergantung suhu air) seluruh telur akan menetas menjadi benih. Selama beberapa hari setelah penetasan, bayi-bayi lele dumbo belum membutuhkan makan karena masih mempunyai cadangan makan di dalam tubuhnya dan mencari perlindungan di sekitar tumbuhan air yang ada (Santoso, 1993).

MEMIJAHKAN LELE DUMBO
Usaha budidaya ikan lele dapat dibedakan menjadi dua macam kegiatan pokok, yaitu pembenihan dan pembesaran. Berdasarkan tujuannya usaha pembenihan dimaksudkan untuk menghasilkan benih sampai ukuran tertentu. Sedangkan usaha pembesaran dimaksudkan untuk menghasilkan ikan sampai ukuran konsumsi. Pembenihan ikan lele mempunyai berbagai macam cara. Secara umum cara pembenihan ini dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : Pembenihan sistim masal, Pembenihan sistim pasangan, dan Pembenihan sistim suntik (hypofisasi).
1. Pembenihan sistim masal
Pembenihan sistim masal artinya membenihkan ikan lele dalam kolam dengan jumlah yang banyak sesuai dengan yang diinginkan. Pembenihan sistim masal ini berbeda-beda di tiap daerah. Menurut Susanto (1988) bahwa sedikitnya terdapat lima metode dalam pembenihan masal yaitu sistim Ciganjur, sistim Sukabumi, sistim cianjur, sistim Blitar, dan sistim Cibinong.
2. Pembenihan sistim pasangan
Pembenihan sistim pasangan merupakan pembenihan dengan cara menempatkan induk lele secara berpasangan dalam sebuah wadah pemijahan yang relative sempit. Sama halnya dengan sistim masal bahwa sistim ini memiliki berbagai macam metode. Terdapat sedikitnya lima metode pembenihan sistim p-asangan ini yaitu : sistim Ciganjur, sistim Cibinong yang Diperbaiki, sistim sirkulasi, sistim air dalam, dan sistim ember (Susanto, 1988).
3. Pembenihan sistim suntik (hypofisasi)
Lele dombo selain dapat dipijahkan ssecara alami dpapt juga dipijahkan dengan cara sistim suntik atau induced spawning menggunkan kelenjar hypofisa.
Kelenjar hipofisa merupakan tempat produksi hormon-hormon yang penting untuk perkembangan dan pematangan gonad. Hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar ini diantaranya luteinizing hormone (LH), follicle stimulating hormone (FSH), dan adrenocorticotropic hormone (ACTH) (Lee et al., 1986).
Aplikasi hormon terhadap pematangan gonad telah banyak dilaporkan. Beberapa hasil penelitian yang telah dilaporkan antara lain; penggunaan pineal dan melatonin pada ikan lele, Clarias batrachus yang memberikan suatu indikasi bahwa melatonin menstimulir eritropoisis ikan lele pada fase siklus pematangan gonad. Secara umum pineal dan melatonin mempengaruhi variabel darah pada masa pematangan gonad dan juga bekerja pada tiroid (Shedpure & Pati, 1996).
Dengan rekayasa hormon, pemijahan tidak lagi bergantung pada induk ikan matang telur yang biasanya terjadi pada musim-musim tertentu (Jhonny et al., 2005). Selain itu, pemijahan secara buatan ini juga dapat meningkatkan produksi benih, menjamin ketersediaan benih secara terkendali serta menekan kematian benih karena lingkungan hidup mereka diatur dengan lebih baik.
Proses kawin suntik ini adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan induk
Bagi induk betina yang akan diurut perutnya supaya keluar telur-telurnya harus dinyatakan matang telur dan dewasa. Tanda-tanda tersebut dapat diketahui apabila pada bagian perut tampak gendut dan terasa lembek jika diraba dengan tangan. Selain itu, pada bagian anusnya berwarna kemerahan. Induk jantan yang nantinya akan diambil spermanya memiliki tanda-tanda apabila bagian perutnya diurut kearah ekor akan mengeluarkan cairan putih mirip santan kelapa (Santoso, 1993).
Sistim suntuk bagi induk betina mutlak memerlukan ikan donor untuk diambil kelenjar hypofisanya. Pengambilan kelenjar ini dilakukan memotong kepalan ikan tersebut (Santoso, 1993).
2. Membuat larutan hypofisa
Ikan donor yang diambil hypofisanya minimal harus mempunyai berat ± 500 g. Ikan donor dapat menggunkan lele/ ikan mas jantan maupun betina. Hypofis yang diperlukan adalah 3 dosis, artinya seekor induk betina dumbo yang mempunyai berat 1 kg memerlukan kelenjar hypofisa dari ikan donor yang mempunyai berat 3 kg. Lele dumbo seberat 3 kg ini umumnya berjumlah 2 ekor (1,5 kg dan 1,5 kg) atau 3 ekor yang masing-masing 1 kg (Santoso, 1993).
Mula-mula harus disediakan pisau tajam agar dapat dengan mudah memenggal ikan donor pada bagian tengkuknya sehingga terpisah antara bagian kepala dan tubuhnya. Kemudian kepala ikan donor diletakkan dengan bagian mulut mengarah ke atas. Tulang kepala juga harus dipotong dari lubang hidung mengarah ke bawah sampai tengkorak terbuka. Bagian otak dan organ lainnya yang tampak disingkirkan sampai tampak kelenjar hypofisa yang berwarna putih sebesar merica (Santoso, 1993).
Dengan menggunkan pinset secara hati-hati kelenjar hipofisa dapat diambil dan dimasukan kedalam tabung penggerus yang berisi 2 ml larutan fisiologis, lalu tambahkan aqua bides sebanyak 1-1,5 ml. Larutan ini kemudian dimasukan alat centrifuge untuk diendapkan selama 1-2 menit. Setelah diputar-putra secukupnya, segera tampak bagian yang mengendap di dasar dan cairan bening diatasnya. Cairan bening inilah yang diambil dengan alat penyuntik (Santoso, 1993).
3. Menyuntik induk
Umumnya ada tiga cara menyuntik induk untuk pemijahan buatan yaitu intra muscular, intra peritoneal, dan intra cranial. Untuk penyuntikan lele dumbo biasanya dilakukan dengan cara intra muscular (Santoso, 1993).
Larutan kelenjar hypofisa 3 dosis tadi diambil dengan spuit, ⅓nya disuntik pada induk betina (suntikan ke-1). Setelah penyuntikan pertama induk dilepas kembali ke wadah yang telah disediakan, biasanya digunakan hapa dengan maksud induk mudah ditangkap kembali. Empat jam kemudian dari penyuntikan pertama, sisa larutan kelenjar hipofisa (⅔) disuntikan kembali pada induk betina (suntikan ke-2). Setelah penyuntikan, induk dimasukan kembali ke dalam hapa. Setelah 3 jam dari penyunitkan ke-2 atau 7 jam dari penyuntikan pertama, induk betina dapat diurut perutnya untuk dikeluarkan telurnya (Santoso, 1993).
Cara menyuntik yang baik dan benar agar berhasil yaitu dilakukan dengan cara merestrain agar induk betina tidak banyak bergerak (kopat-kapit) dengan jalan membungkus bagian kepala dengan kain halus atau kain handuk. Setelah tidak berdaya, tusukan jarum suntik di bagian otot punggung miring kira-kira 30-40 derajat sedalam 2-2,5 cm. Selesai penyuntikan, baik pertama maupun kedua bekas suntikan hendaknya digosok-gosok dengan ibu jari agar cairan kelenjar hypofisa tersebar merata (Santoso, 1993).
4. Menetaskan telur
Sperma induk jantan yang bertugas membuahi diperoleh dengan cara mengorbankannya (dibunuh) kemudian diambil gonadnya. Sebelum induk betina diambil telurnya terlebih dahulu disediakan wadah yang terbuat dari plastik ataupun kaca dan beberapa bulu ayam untuk meratakan/ mencampur. Jangan menggunakan wadah yang terbuat dari seng atau aluminium (Santoso, 1993).
Pertama-tama tangkaplah induk betina. Peganglah bagian depan dan belakang. Untuk mencegah agar induk tidak lepas saat di stepping gunakanlah handuk basah untuk memegangnya. Agar telur dapat keluar dengan sempurna urutlah sampai agak berdarah.
Pada saat yang bersamaan gonad lele jantan yang telah dipersiapkan dipencet supaya mengeluarkan mani. Kemudian, campurlah sperma dan telur tadi menggunakan bulu ayam secara perlahan-lahan sampai tercampur merata. Agar tidak terlalu kental, di dalam wadah tadi dapat ditambahkan air bersih sedikit demi sedikit. Beberapa saat kemudian telur terbuahi (Santoso, 1993).
Telur yang telah dibuahi dimasukan kedalam kolam penetasan yang sebelumnya ditaburi ijuk sebagai media melekatnya telur. Karena sifat telur yang mudah melekat satu sama lain maka cara memasukaannya harus setipis mungkin. Jika lapisan terlalu tebal jumlah telur yang menetas sedikit. Dalam tempo 24-36 jam telur akan menetas (Santoso, 1993).
Lele dumbo yang masih kecil
Lama pemeliharaan benih 14 hari atau atau 2 minggu. Selama pemeliharaan berilah pakan bergizi tinggi seperti kutu air, cacing rambut (tubifek), atau jentik nyamuk hidup dan pakan alami lainnya scara rutin yang cukup jumlah dan mutunya. Pertumbuhan benih setelah dipelihara 2 minggu mencapai 2-3 cm (Santoso, 1993).
KESIMPULAN
Pembenihan ikan lele dumbo sampai saat ini masih memiliki prospek usaha yang bagus. Akan tetapi, tidak banyak orang yang bergelut di dalamnya dikarenakan kurangnya informasi tentang tata cara pembenihan ikan lele ini.
Pembenihan dengan menggunkan sistim suntik hypofisa ini merupakan salah satu teknik pembenihan yang memiliki banyak kelebihan dibanding cara alami. Adapun kelebihannya yaitu pemijahan tidak lagi bergantung pada induk ikan matang telur yang biasanya terjadi pada musim-musim tertentu, dapat meningkatkan produksi benih, menjamin ketersediaan benih secara terkendali serta menekan kematian benih karena lingkungan hidup mereka diatur dengan lebih baik.
SARAN
Pembenihan dengan cara suntik hypofisa ini hendaklah diuji cobakan juga pada ikan-ikan lainnya yang sulit pengembangbiakannya sehingga menyebabkan mahalnya harga komoditi tersebut.
Penyampaian informasi tentang tata cara pembenihan ikan lele ini hendaknya dapat disampaikan kepada masyarakat maupun peternak lele sehingga peternak dapat menekan ongkos produksi memproduksi benih sendiri. Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dan peternak.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2007,www. Wikipedia-Indonesia/ lele/pembenihan.com.
Jhonny F, des Roza, Tridjoko, 2005, Preliminary Study of The Influence Steroid Hormon of Hematology on Humpback Grouper Broodstock, Laboratorium Patologi Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali.
Lee, C.S., C.S. Tamaru, and C.D. Kelly. 1986. Technique for making chronic release LHRH-a and 17a MT pellet for intramuscular implantation in fishes. Aquaculture
Santoso, B., 1993, Petunjuk Praktis Budidaya Lele Dumbo dan Lokal, Kanisius, Yogyakarta.
Shedpure, M and A.K. Pati. 1996. Do thyroid and testis modulate the effect of pineal and melatonin on haemopoietic variables in Clarias batrachus. J. Biosci.
Susanto, H.,1987, Budidaya Ikan Lele, Kanisius, Yogyakarta.

0 Response to "Pembibitan Lele Dumbo Dalam Waktu 48 jam dengan Metode Suntik Hypofisa"

Posting Komentar