Fosil Penguin Raksasa Mengungkapkan Warna Tak Biasa, Menyoroti Evolusi Unggas

Melanosomes Inkayacu serupa dengan melanosomes unggas lain daripada penguin modern, memungkinkan para peneliti untuk menyimpulkan warna yang dihasilkannya.

Ahli paleontologi telah menemukan penguin punah pertama dengan bukti sisik dan bulu yang masih utuh. Fosil 36-juta-tahun dari Peru tersebut menunjukkan bulu penguin raksasa yang berwarna coklat kemerahan dan abu-abu, berbeda dari tampilan penguin modern bertuksedo hitam.

Spesies baru, Inkayacu paracasensis, atau Water King ini, memiliki tinggi hampir lima kaki atau sekitar dua kali ukuran dari penguin kaisar, penguin terbesar saat ini yang hidup.
“Sebelum fosil ini, kami tidak memiliki bukti mengenai bulu, warna dan bentuk sirip penguin purba. Kami memiliki berbagai pertanyaan dan ini adalah kesempatan pertama kami untuk mulai menjawabnya,” kata Julia Clarke, ahli paleontologi dari Universitas Texas di Jackson School of Geosciences dan penulis utama makalah penemuan pada edisi 30 September jurnal Science.
Fosil ini menunjukkan bentuk sirip dan bulu yang membuat penguin menjadi perenang kuat berevolusi, sedangkan pola warna penguin hidup saat ini mungkin jauh lebih berinovasi.
Fosil bulu tubuh Inkayacu paracasensis. (Kredit: Universitas Texas di Austin)
Seperti halnya penguin modern dan tidak seperti semua unggas lainnya, bulu sayap Inkayacu secara radikal berbentuk berbeda, terkemas padat dan menumpuk di atas satu sama lain, membentuk sirip menjadi kaku dan sempit. Bulu tubuhnya telah bergeser secara lebar di mana pada penguin hidup membantu merampingkan tubuhnya.
Bulu unggas memperoleh beberapa warnanya dari bentuk, ukuran dan pengaturan struktur skala nano yang disebut melanosomes. Matius Shawkey dan Liliana D’Alba, penulis mitra di Universitas Akron, membandingkan melanosomes fosil tersebut ke pustaka ekstensif melanosomes dari unggas-unggas hidup untuk merekonstruksi warna bulu penguin fosil.
Melanosomes pada Inkayacu serupa dengan melanosomes pada unggas lain dari pada penguin modern, sehingga memungkinkan para peneliti untuk menyimpulkan warna yang dihasilkannya. Ketika tim mengamati penguin modern, mereka terkejut menemukan bahwa warna mereka diciptakan oleh melanosomes raksasa, lebih luas daripada fosil tersebut dan semua burung lain yang telah disurvei. Mereka juga terkemas menjadi kelompok-kelompok yang terlihat seperti kumpulan buah anggur.
Para peneliti lantas bertanya-tanya, kenapa penguin modern berevolusi dengan caranya sendiri khusus untuk membentuk bulu hitam-coklat?
Keunikan, bentuk, ukuran, dan pengaturan melanosomes penguin modern mengubah struktur mikro bulu pada skala nano dan mikro, serta melanin, yang terkandung dalam melanosomes, diketahui membuat bulu menjadi tahan terhadap aus dan patah. Para peneliti berspekulasi, pergeseran ini mungkin lebih berkaitan dengan tuntutan hidrodinamik dari gaya hidup di air dibandingkan dengan warna. Warna penguin mungkin telah bergeser untuk alasan yang sama sekali berbeda terkait dengan asal-usul predator utama penguin yang masih ada seperti anjing laut atau perubahan lainnya di laut Cenozoic akhir.
Fosil Inkayacu Paracasensis, pinguin raksasa yang ditemukan di Peru. (Kredit: Universitas Texas, Austin)
“Wawasan ke dalam warna organisme punah dapat mengungkapkan petunjuk ekologi dan perilaku mereka,” kata penulis mitra Jakob Vinther dari Universitas Yale, yang pertama kali mencatat pelestarian fosil melanosomes pada bulu unggas. “Tapi lebih dari itu semua, saya pikir ini cukup keren untuk bisa melihat warna organisme punah yang luar biasa, seperti fosil penguin raksasa.”
Inkayacu paracasensis ditemukan oleh mahasiswa Peru, Ali Altamirano, di Reserva Nacional de Paracas, Peru. Panjang tubuh Inkayacu selagi berenang bisa berkisar hingga 1,5 meter (lima kaki), menjadikannya salah satu penguin terbesar yang pernah hidup. Ketika tim melihat jaringan lunak bersisik pada kakinya yang tersingkap, mereka menjulukinya “Pedro” atau “escamoso” (bersisik), karakter dari sebuah serial telenovela di Kolombia.
Penemuan terbaru ini melengkapi pekerjaan sebelumnya oleh Clarke dan rekan-rekannya di Peru yang menantang visi konvensional evolusi penguin awal. Inkayacu dan penemuan lain menunjukkan adanya keragaman spesies penguin raksasa pada periode Eosen akhir (sekitar 36-41 juta tahun yang lalu).
“Ini merupakan situs yang luar biasa untuk melestarikan bukti struktur seperti sisik dan bulu,” kata Clarke. “Jadi ada potensi luar biasa untuk penemuan baru yang dapat mengubah pandangan kita tidak hanya pada evolusi penguin, tapi vertebrata laut lainnya.”
National Geographic Society dan National Science Foundation menyediakan dana untuk penelitian ini.
Makalah ini, “Fossil Evidence for Evolution of the Shape and Color of Penguin Feathers”, akan muncul kemudian dalam edisi cetak jurnal. Selain Clarke, Shawkey, Alba, Vinther dan Altamirano, juga melibatkan penulis mitra Daniel T. Ksepka (Universitas North Carolina State), Rodolfo Salas-Gismondi (Museo de Historia Natural-UNMSM), Thomas J. DeVries (Burke Museum of Natural History and Culture) dan Baby Patrice (IRD dan Université de Toulouse, Perancis).
http://www.faktailmiah.com/2010/10/01/fosil-penguin-raksasa-mengungkapkan-warna-tak-biasa-menyoroti-evolusi-unggas.html

0 Response to "Fosil Penguin Raksasa Mengungkapkan Warna Tak Biasa, Menyoroti Evolusi Unggas"

Posting Komentar