Bahaya Hama Jenis Baru dari Cipanas dan Cara Menghadapinya

Profesor entomologi dari Virginia Tech dan IPB (Institut Pertanian Bogor) serta Universitas Clemson menemukan spesies lalat putih besar di Jawa Barat. Penemuan ini menjadi kasus pertama eksistensi hama ini di Asia. Para ilmuan takut bahwa infestasi ini akan menyebabkan kerusakan pertanian di Asia Selatan dan Asia Tenggara.


Muni Muniappan, entomolog dan direktur dari program dana Pembangunan Internasional Amerika Serikat dari Virginia-Tech menemukan serangga ini pada sebuah tanaman pointsettia di tepian jalan raya di Cipanas. Setelah para taksonomis memeriksanya, resmi dikenali bahwa sang serangga adalah lalat putih.
Muniappan saat itu sedang menjadi tamu IPB bersama para ilmuan lainnya dari Universitas Clemson. Mereka sedang memeriksa kemajuan program penelitian saat ia menemukan tanda-tanda keberadaan lalat putih: lendir hitam licin yang menutupi permukaan daun yang terinfeksi sehingga daun tersebut tidak mampu berfotosintesis.
Lalat putih besar, Aleurodicus dugesii, adalah spesies polifagus yang berasal dari Amerika Tengah. Mereka hidup di inang tanaman bunga berkayu termasuk pohon buah-buahan dan kembang sepatu. Penggunaan tanaman kembang sepatu sebagai tanaman hias sudah menjadi salah satu program kementrian pertanian untuk menciptakan lapangan kerja baru di pedesaan.
“Kita peduli karena lalat putih besar dapat menyebar ke seluruh bagian pulau Jawa dan Indonesia, dan bahkan negara tetangga seperti Asia Tenggara dan Asia Selatan,” kata Muniappan, yang juga memimpin Program Pendukung Penelitian Kolaboratif Manajemen Hama Terintegrasi.
Infestasi dapat menyebabkan kerusakan luas pada tanaman seperti sudah terjadi pada kasus kutu ubi di Afrika Tengah tahun 1980an. Bencana tersebut menyebabkan kerusakan tanaman senilai miliaran dollar dan hampir menyebabkan kelaparan luas, menurut penuturan Muniappan.
Saat Muniappan menemukan serangga ini, ia mengumpulkan daun yang ditempeli oleh lalat putih dan memasukkannya kedalam tabung alkohol yang ia bawa. Beliau kemudian mengirimnya ke Departemen Pertanian di Kalifornia dimana terdapat seorang spesialis dalam taksonomi lalat putih. Sang taksonomis kemudian membenarkan identifikasinya sebagai lalat putih raksasa.
Lalat putih raksasa, hama pada 50 tanaman hias umum, bekerja dengan menghisap sari dari tanaman. Dalam proses ini, ia mengeluarkan embun kaya gula. Embun ini berkembang menjadi lendir hitam yang menutupi daun dan mengurangi daerah fotosintesis, dan pada akhirnya membunuh sang tanaman. Tumpukan nimfa lalat putih raksasa menambah parah dengan lahir dari telur yang diletakkan di bawah daun dan menghasilkan bahan lilin yang terlihat dari jarak jauh.
Muniappan percaya kalau solusi bahaya ini adalah pengendalian biologis klasik: cukup menghadirkan musuh alami spesies ini. Ada dua jenis musuh alami yang diketahui di Amerika Serikat, tawon parasit Idioporus affinis dan Encarsiella noyesii. Muniappan berharap cara ini akan menjadi cara yang mudah untuk mengatur populasi lalat putih besar.
Dengan iklim tropisnya, Indonesia menjadi daerah ideal untuk pertumbuhan tanaman kastuba yang merupakan bagian penting bagi ekonomi Jawa. Tanaman ini tumbuh berkat konsumsi domestik maupun manca negara terutama negara-negara Asia.
Muniappan berharap dengan memperingatkan adanya bahaya ini pada departemen pertanian, bencana ini dapat dihindari. “Para ilmuan di negara-negara yang memiliki lalat putih yang belum menyebar harus melakukan upaya pencegahan seperti memberitahu publik dan memperingatkan petugas karantina untuk menghindari kerusakan ekonomi yang serius,” kata beliau.
Sementara Program Pendukung Penelitian Kolaboratif Manajemen Hama yang dipimpin Virginia Tech tidak mengkhususkan diri pada tanaman hias, penelitian pertanian juga telah dilakukan atas dukungannya pada sejumlah tanaman pangan. Proyek yang dilakukan di Indonesia merupakan satu dari 11 proyek di berbagai bagian dunia. Tujuan dari program yang didanai Amerika Serikat ini adalah mengembangkan pendekatan pertanian yang meminimalkan kerugian pangan, meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi penggunaan pestisida.
Para ilmuan yang ikut serta dalam proyek ini adalah profesor Aunu Rauf dari Institut Pertanian Bogor, Profesor Gerry Carner dan Profesor Merle Shepard, keduanya dari Universitas Clemson. Ketiganya adalah profesor di bidang entomologi. Sementara satu profesor dari bidang ekonomi juga ikut serta, yaitu Profesor Mike Hammig.
Sumber :
  1. IPB
  2. Virginia Tech.
http://www.faktailmiah.com/2011/02/22/bahaya-hama-jenis-baru-dari-cipanas-dan-cara-menghadapinya.html

Related Posts

0 Response to "Bahaya Hama Jenis Baru dari Cipanas dan Cara Menghadapinya"

Posting Komentar