Selama tahun depan, laba-laba yang menyaksikan video mangsa mereka akan membantu ahli biologi Elizabeth Jakob dari universitas Massachusetts Amherst beserta rekan-rekannya memahami bagaimana hewan memilih elemen-elemen visual untuk hadir dalam lingkungan mereka. Dia percaya kita berada di ambang memperoleh pengetahuan baru yang penting tentang bagaimana otak dan sistem sensor khusus bekerja sama untuk memproses informasi visual.
Jakob baru-baru ini memperoleh pendanaan sebesar $145.028 dari National Science Foundation untuk mengembangkan dan membangun sebuah pelacak mata khusus yang dirancang bagi laba-laba melompat. Pelacak mata ini mengukur posisi dan gerakan mata untuk menentukan ke arah mana subjek melihat, yaitu, atensinya. “Ini seperti memiliki jendela ke dalam otak laba-laba. Ini memungkinkan kami melihat bagaimana mereka mengeksplorasi gambar yang kompleks dan apakah mereka sedang mencari fitur tertentu,” jelasnya.
Laba-laba melompat adalah hewan yang sangat penuh atensi, yang menggunakan visi untuk mengidentifikasi dan menangkap mangsa, mengevaluasi tarian yang menguraikan pejantan bagi pasangannya, mengidentifikasi pemangsa dan menemukan jalan pulang ke situs sarangnya. Dengan demikian, mereka perlu dengan cepat menyaring segala macam informasi visual dan memutuskan apakah mereka melihat ancaman, calon pasangan atau mangsa yang nikmat.
Pemilahan rangsangan ini merupakan masalah yang sama yang dihadapi hewan lain, termasuk manusia. Sebagai contoh, pada waktu tertentu indera kita bisa mendeteksi jam berdetik, sebuah gambar pada layar komputer dan rasa tubuh kita di atas kursi. Kita harus memutuskan apa yang harus diperhatikan pada suatu waktu tertentu. Jakob mengatakan laba-laba menghadapi tantangan yang sama, namun dengan alat yang berbeda; delapan mata dan otak kecil yang bisa muat dimasukkan ke dalam kepala peniti. Mereka memiliki mata khusus untuk mendeteksi informasi yang berbeda. Tiga pasang mata sekunder, diperkirakan disesuaikan untuk mendeteksi gerakan yang agak sederhana, dengan lensa dan retina.
Sebaliknya, mata utamanya memiliki struktur yang rumit. Mereka menghadap ke depan dan memiliki lensa tak bergerak yang merupakan bagian dari kerangka luar laba-laba. Retina setiap mata utama bertempat di dalam kepala pada ujung sebuah tabung mata. Dengan dikemas secara padat dengan fotoreseptor, retina ini memberi visi laba-laba beresolusi tinggi menyaingi jenis primata. Namun, ukurannya yang kecil tentunya memiliki medan pandang yang sangat sempit, hanya sekitar 10 derajat.
Kendala ini diatasi dengan pengaturan yang unik: tabung mata yang menopang retina dikendalikan dengan otot sehingga laba-laba dapat membidikkan tabung matanya seperti sinar senter. Mata utama tak bergerak inilah yang dipasangkan menjadi pelacak mata untuk studi. Seperti halnya pelacak mata digunakan untuk mempelajari persepsi manusia, pelacak mata laba-laba memungkinkan Jakob memproyeksikan gambar, pada mangsa misalnya, dan melihat bagaimana mata utamanya memeriksa gambar.
Pelacak mata ini berbentuk topi gabus kecil yang bisa dilepas dan dipasangkan pada kepala seekor lana-laba. Seutas kawat yang dipasang pada gabus menahan laba-laba di tempatnya selama 10 menit percobaan. Laba-laba diposisikan di depan sebuah lensa, memperlihatkan gambar yang diproyeksikan ke arahnya. Untuk membantu laba-laba menjaga keseimbangan dan mencegah delapan kakinya bergerak menggapai-gapai, dia diberi sedikit bola styrofoam untuk berpegangan.
Dalam percobaan, masing-masing laba-laba menonton video atau animasi spesies mangsa selagi Jakob dan rekannya menggunakan sinar inframerah pada pelacak mata. Inframerah ini berfungsi untuk menentukan di mana retina laba-laba difokuskan dan untuk berapa lama. Laba-laba tidak bisa melihat inframerah, sehingga mereka tidak akan menyadari keberadaan sinarnya. Jakob akan mempelajari dua spesies laba-laba melompat yang berbeda, yang juga memiliki teknik berburu yang berbeda: Phidippus yang cepat-menyerang dan Portia, pemburu yang jauh lebih lambat. Hal ini untuk membandingkan bagaimana mata berinteraksi dan bagaimana sistem visual dasar digunakan dalam spesies dengan perilaku yang berbeda. Hasilnya akan dikomunikasikan pada situs Jakob, yang berkembang dalam kerjasama dengan American Society Arachnological.
Ketika selesai, pelacakan mata ini akan menjadi yang kedua di dunia. Yang lain dimiliki oleh kolaborator Jakob, Robert Jackson dan Duane Harland dari Universitas Canterbury, Selandia Baru. Para peneliti laba-laba lainnya di Amerika Utara sangat ingin mengunjungi UMass Amherst untuk menggunakan alat baru ini, kata Jakob.
Hibah dari NSF juga mendanai penelitian yang dirancang untuk memahami bagaimana informasi dari mata yang berbeda digabungkan bersama. Para peneliti akan menutupi set mata yang berbeda dengan masker. Laba-laba hadir dengan berbagai stimulus yang ditampilkan pada iPod Touch dan peneliti lalu merekam perilaku mereka. “Laba-laba melompat mudah tertipu oleh gambar video dan akan menyerang video jangkrik seolah-olah itu nyata. Karakteristik ini membuat eksperimen yang menarik ini menjadi mudah untuk dirancang,” kata Jakob.
Digunakan bersama dengan pelacak mata, teknik masking juga dapat membantu menentukan apakah mata sekunder mengatur pergerakan mata utama ke berbagai wilayah lingkungan.
Sumber artikel: UMass Amherst Biologist Tracks Spiders’ Eyes to Learn How Tiny Brains Process Information (umass.edu)
Kredit: University of Massachusetts Amherst
Kredit: University of Massachusetts Amherst
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER
0 Response to "Melacak Mata Laba-laba untuk Mempelajari Otak Kecil Memproses Informasi"
Posting Komentar