Sumbangan ilmuan Indonesia untuk sains

Cukup sulit menghitung berapa besar sumbangan ilmuan Indonesia untuk sains dunia. Belum lagi pertanyaan siapa ilmuan Indonesia itu?

Seorang ilmuan yang lahir di dalam negeri tapi meneliti untuk lembaga ilmu pengetahuan asing? Atau seorang ilmuan asing atau asli Indonesia yang meneliti untuk lembaga nasional? Tampaknya afiliasi dengan lembaga dalam negeri merupakan indikator yang baik untuk menentukan seorang ilmuan dapat dikatakan ilmuan Indonesia.

Kembali, tidak banyak institusi dalam negeri yang mempublikasikan laporan hasil penelitian ilmiahnya yang dipublikasikan di jurnal Internasional pada publik. ITB cukup berbaik hati dengan merilis daftar publikasinya tahun 2005 – 2009.
KK Total Jumlah Publikasi Internasional
Non KK 29
Aljabar 13
Analisis dan Geometri 13
Astronomi 15
Biokimia 13
Fisika Magnetik dan Fotonik 28
Fisika Material Elektronik 37
Fisika Nuklir dan Biofisika 30
Fisika Sistem Kompleks 8
Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi 21
Kimia Analitik 4
Kimia Anorganik dan Fisik 33
Kimia Organik 26
Matematika Industri dan Keuangan 27
Matematika Kombinatorika 54
Statistika 5
Sumber : FMIPA ITB
Seperti yang kita lihat, para ilmuan kita cukup besar sumbangannya dalam bidang matematika kombinatorika, fisika material elektronik dan kimia anorganik + fisik. Sumbangan terkecil ada pada bidang statistika, kimia analitik dan fisika sistem kompleks. Fisika teoritis energi tinggi dan instrumentasi walaupun sedang, memiliki sumbangan yang terdepan di bidangnya, seperti teori superstring dan M-theory. Di bidang kimia juga telah banyak yang mempelajari superkonduktivitas dan nanoteknologi. Struktur alam semesta skala besar dan kosmologi juga telah pula menjadi bagian studi dalam astronomi ITB. Lebih lengkapnya daftar publikasi FMIPA ITB dapat anda unduh di di situs FMIPA ITB : Daftar Publikasi Ilmiah 2005-2009
Bencana alam merupakan salah satu tema utama sumbangan ilmiah Indonesia untuk dunia
Sumbangan demikian ternyata sangat tidak cukup bila dilihat secara kuantitatif dan bahkan kualitatif. Tampak sedikit sekali terobosan yang cukup besar sehingga mampu meletakkan publikasi ilmiah Indonesia di jurnal terkemuka. Ambil contoh, pencarian sumbangan ITB di database Sciencedaily yang merekam laporan penelitian dunia semenjak tahun 1995 hanya memberikan empat artikel yang memuat penelitian dari ITB. Keempat artikel tersebut adalah:
1.       Penemuan katak tanpa paru pertama di dunia, Barbourula kalimantanensis, oleh Djoko Iskandar dan Anggraini Barlian bekerja sama dengan David Bickford dari Universitas Nasional Singapura yang dipublikasikan dalam jurnal Current Biology, 8 April 2008
2.       Dua laporan hasil penelitian mengenai Faktor penyebab Aliran Lumpur panas Lapindo yang merupakan hasil kerjasama ITB dan Universitas Durham tanggal 2 Juni 2008 dan 3 November 2008. Universitas Durham sendiri menyumbangkan 824 laporan penelitian dalam Sciencedaily terutama dalam astrofisika dan neurologi.
3.       Pengembangan sistem teknologi peringatan dini Tsunami bekerjasama dengan Lembaga Alfred Wagener di Jerman, tanggal 14 Juli 2008
Hanya itu saja. Yang lebih mengecewakan, semua artikel tersebut bersifat situasional. Kebetulan Indonesia adalah negara tropis kaya keanekaragaman hayati, kebetulan ada bencana lumpur panas dan kebetulan ada bencana tsunami. Dimana sumbangan terhadap sains murni?
Bagaimana dengan Indonesia? Pencarian keyword Indonesia juga memberikan hanya 460 laporan. Kebanyakan juga bertema keanekaragaman hayati, perubahan iklim, penyakit dan bencana alam. Penyumbang terbesar tampaknya adalah LIPI, WWF-Indonesia, Universitas Indonesia, Lembaga Nanoteknologi Muchtar Riady, WCS-Indonesia, dan BMG.
Sciencedaily memuat 91,412 laporan ilmiah, jumlah 460 jelas sangat kecil. Dimana sumbangan kita terhadap Fisika Kuantum, Neurologi dan Astronomi? Pemerintah tampaknya tidak terlalu peduli dengan perkembangan ilmu murni dan lebih memilih membiarkan Indonesia mengalami brain drain. Brain drain artinya banyaknya para jenius dan brilian dalam negeri yang justru belajar dan mengabdi pada lembaga penelitian besar yang ada di luar negeri, sebagai penyaluran bakat mereka. Maukah kita disamakan dengan Jerman di masa Einstein berpindah ke Amerika, atau India saat Subrahmanyan Chandrasekhar juga bermigrasi ke Amerika?
Penelitian Superkonduktivitas juga disumbangkan oleh Indonesia
Penggalian lebih jauh ke dalam 460 laporan tersebut mengungkapkan adanya beberapa terobosan besar dari Indonesia. Yang telah akrab bagi kita dari dahulu adalah dibidang biologi evolusi mengenai fosil Hobbit. Yang baru adalah sumbangan ilmuan dari Universitas Indonesia, Ari Saptawijaya, dalam pengembangan kecerdasan buatan. Kita memang cukup bersemangat dalam robotika, walaupun pada gilirannya Jepang yang memproduksi berbagai robot komersial.
460 memang lebih besar dari Singapura yang hanya menyumbangkan 352 artikel. Tapi wajar bagi negara berukuran sekecil pulau itu. Dan sesuai dengan reputasinya, sebagian besar laporan penelitian yang disumbangkan Singapura adalah bidang Kedokteran dan Genetika.
Jerman mungkin masih jauh dari jangkauan kita dengan 3.867 artikel, yang menariknya juga dominan di bidang kesehatan dan neurologi. Jepang dengan 2.567 artikel yang dominan dalam oseanografi dan neurologi.
Mien A Rifai dari LIPI dalam Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah di Semarang akhir September 2007 telah menggambarkan kondisi ini. Beliau menunjukkan survai Scientific American tahun 1994 dimana kontribusi ilmuan Indonesia per tahun hanya 0.012%. Singapura sendiri 0.179 persen dan jauh sekali bila dibandingkan Amerika Serikat yang lebih dari 20 %.
Keanekaragaman Hayati juga merupakan tema utama sumbangan ilmiah Indonesia
Menurut penjelasannya, bukannya karena ilmuan Indonesia tidak memberikan sumbangan yang besar, tapi karena kita sendiri yang terlalu membatasi diri. Istilahnya lost science in the third world. Bayangkan saja, tiras jurnal ilmiah Indonesia hanya sekitar 300 lembar, disirkulasikan secara lokal, hanya memakai bahasa Indonesia, dikelola tidak profesional, tidak dilanggan perpustakaan utama dan bahkan tidak dijadikan komoditas dosen untuk bahan kuliah.
Hambatan bahasa mungkin termasuk hambatan utama kurangnya publikasi ilmuan kita di tingkat Internasional. Kami merasa cukup terpanggil untuk menjembatani masalah ini. Faktailmiah.com ditulis dalam bahasa Indonesia dan sebisa mungkin membawakan perkembangan terbaru di dunia ilmiah. Kami berharap diantara pembaca ada yang cukup tergerak untuk menyumbangkan keahliannya, terutama bila anda kalangan ilmuan, untuk maju mengembangkan citra Indonesia di tingkat Internasional. Memang tidak ada yang namanya Sains Indonesia, Sains Jepang, Sains Belanda tapi Sains adalah hak semua orang, setidaknya kita bisa merasa ia sebagai sebuah kewajiban pula.
Referensi
1.       Mien A. Rifai. (Penilaian Makna Ilmiah Naskah dan) Strategi Pemilihan Berkala Ilmiah buat Menerbitkannya. Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah. DP2M DIKTI dan KOPERTIS VI, Semarang 27-30 September 2007
2.       FMIPA ITB. Maret 2010.  Daftar Publikasi Ilmiah 2005-2009
3.       Sciencedaily.com

1 Response to "Sumbangan ilmuan Indonesia untuk sains"